Ahmed

Writer, Traveller, and Videographer

Story of Tata Mandong, Last Man Stand

Diterbitkan tanggal

...eh udah liat yang part 1 nya belum?

Panaikang, 23 Desember 2016

Story of Tata Mandong

“Banyak orang kaya tapi masih cari tambahan, makanya banyak korupsi, nda berkah hartanya”

– Mandong

Well, satu kalimat legend dari orang tua yang sentimentil melihat dunia hehe… Karena masih penasaran dengan pesan moral dan karakternya, saya memutuskan untuk berangkat lagi ke Ramma. Tapi kali ini lewat jalur Panaikang, jalur yang lebih rumit tapi lebih pendek dari jalur Lembanna. Untuk sampai di jalur ini cukup mudah, jadikan air terjun Takapala sebagai acuan. Sesuai dengan namanya, Panaikang, maka jalur ini nanjak terus, jadi banyak kendaraan selain motor yang bakal kesulitan untuk mencapai lokasi ini.

Portrait

Tata Mandong

Saya bermalam dulu di Jojo Batara sambil mempersiapkan fisik dan mental. Jojo Batara ini bukit kecil yang ada di wilayah Panaikang yang juga biasa dijadikan spot kemah. Biasa disalahartikan sebagai puncak Bawakaraeng oleh pendaki zaman dulu, kata Pak Mustari.

Jojo Batara

Jojo Batara

Menurut saya, wilayah Panaikang ini lebih subur dan lebih menarik daripada Lembanna. Mungkin karena pemandangan bukitnya yang indah. Dan hampir sama dengan Lembanna, di sini juga banyak warga yang menawarkan rumahnya sebagai tempat parkir.

Panaikang

pesona lembah ramma

Pagi hari, saya berangkat lagi dengan keluarga Pak Mustari. Karena udah jadi rutinitas beliau untuk berjualan di bukit Tallung tiap weekend. Setelah di Tallung, saya ketemu dengan pemuda kampung Panaikang yang juga mau liburan ke Ramma, jadi saya memutuskan untuk jalan bareng mereka. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Ramma lebih ramai dari biasanya. Dan saya sempat melirik titik paling menarik di lokasi ini, danau.

Danau Ramma

danau lembah ramma

Barulah kemudian saya mampir ke rumah Tata Mandong lagi untuk melihat keadaannya. Dan alhamdulillah beliau sehat walafiat, masih dengan kebiasaannya memakai sarung dan duduk sambil linting rokok tembakaunya. Beliau perokok berat, saya pikir rokoknya didapat dari pendaki ternyata dia linting sendiri, heran juga, padahal udah tua, masih kencang juga isapannya hehe… Kali ini beliau bercerita tentang keputusannya tinggal sendiri di Bawakaraeng. Karena tugas dari dinas kehutanan dan karena inisiatif untuk menjaga alam. Dulu beliau pernah nikah dua kali, tapi tidak dikaruniai anak, dan akhirnya cerai. Katanya istrinya gak bisa diajak susah, pengennya tinggal di kampung, gak mau barengan di Ramma. Beliau punya keluarga yang tinggal di Lengkese dan Panaikang. Tapi waktu longsor 2004, banyak orang di Lengkese meninggal termasuk beberapa anggota keluarganya.

Beliau juga bercerita, rumahnya di Lembah Loe terbakar pada tahun 2003 karena kemarau. Akibat kemarau juga lah yang menyebabkan Bawakaraeng Longsor waktu itu, kebakaran hutan di mana-mana. Tata sempat menyanyikan lagu ciptaannya sambil memainkan kecapinya. Lagu itu memiliki pesan moral yang luar biasa. Bercerita tentang keadaan alam yang ramah kepada manusia, manusia pun ramah kepada alam karena kita saling bergantung satu sama lain. Intinya adalah kita harus bisa menghargai apa yang Tuhan berikan kepada kita, menjaganya dan berusaha menjauhkannya dari hal-hal yang dapat merusak. Dari lagu ini saya mengerti, bahwa sehebat apapun, Tata tetaplah orang tua yang butuh bantuan untuk menjaga alam. Mulai dari hal-hal kecil, seperti memungut sampah kadang menjadi hal yang disepelekan oleh pendaki.

- Ahmed Sholeh

Video Dokumentasi

Music by

Kontinuum - Eternal Echo

Comments